Jakarta – Sebuah bencana kemanusiaan yang dikategorikan sebagai “buatan manusia” telah resmi dideklarasikan. Laporan terbaru dari Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) PBB menyatakan bahwa kelaparan telah terjadi di Jalur Gaza, sebuah wilayah yang menampung lebih dari dua juta penduduk. Deklarasi yang dirilis pada 22 Agustus 2025 ini menandai untuk pertama kalinya bencana kelaparan secara resmi diumumkan di kawasan Timur Tengah.
Data Kelaparan dan Korban Kemanusiaan
Menurut analisis IPC, kondisi kelaparan yang melanda Gaza merupakan konsekuensi langsung dari serangan Israel sejak 7 Oktober 2023. Laporan tersebut membagi tingkat kerawanan pangan ke dalam beberapa fase, dengan angka yang sangat mengkhawatirkan:
- Lebih dari 500.000 orang menghadapi kondisi bencana, di mana kelaparan dan kematian telah menjadi kenyataan sehari-hari (Fase 5).
- Sebanyak 1,07 juta orang (54 persen populasi) berada dalam keadaan darurat pangan (Fase 4).
- Sebanyak 396.000 orang (20 persen) mengalami krisis pangan (Fase 3).
Proyeksi ke depan menunjukkan situasi yang akan semakin memburuk. IPC memperkirakan kelaparan akan meluas ke Deir al-Balah dan Khan Younis. Hampir sepertiga populasi, atau sekitar 641.000 orang, diperkirakan akan menghadapi kondisi bencana, sementara jumlah mereka yang berada dalam keadaan darurat (Fase 4) akan meningkat menjadi 1,14 juta jiwa.
Korban jiwa terus bertambah seiring berjalannya konflik. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, setidaknya 61.722 warga Palestina tewas dan 154.525 terluka sejak Oktober 2023 hingga Agustus 2025. Di antara para korban tewas, terdapat 18.430 anak-anak dan 4.429 lansia, menunjukkan bagaimana dampak konflik sangat dirasakan oleh kelompok paling rentan.
Runtuhnya Sistem Kehidupan
Kelaparan di Gaza adalah hasil dari kombinasi kehancuran infrastruktur, blokade yang ketat, dan penghentian produksi lokal. Serangan besar-besaran Israel tidak hanya menargetkan bangunan dan permukiman, tetapi juga menghancurkan fondasi ekonomi dan pertanian di Gaza.
Data citra satelit dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian PBB) mengungkapkan fakta yang mengejutkan: 98,5 persen lahan pertanian di Jalur Gaza rusak atau tidak dapat diakses per Agustus 2025. Kerusakan ini juga menimpa rumah kaca dan infrastruktur pendukung seperti sistem irigasi, jalan, dan pasar. Akibatnya, produksi pangan lokal, yang dulu menopang mata pencarian lebih dari 560.000 orang, kini lumpuh total. Total nilai kerusakan di sektor pertanian saja diperkirakan mencapai lebih dari US$ 2 miliar.
Kondisi ini diperparah dengan gelombang pengungsian yang masif. PBB melaporkan bahwa 1,9 juta orang, atau sekitar 90 persen populasi Gaza, telah mengungsi. Banyak yang harus berpindah tempat berkali-kali, bahkan hingga 10 kali atau lebih. Setiap kali mereka mengungsi, mereka terpaksa meninggalkan sisa-sisa sumber daya yang dimiliki, yang semakin memperburuk kebutuhan kemanusiaan mereka.
Blokade Bantuan: Hambatan Sistematis yang Mematikan
Blokade dan penutupan pintu-pintu masuk ke Gaza menjadi faktor paling krusial dalam krisis ini. Tom Fletcher, Wakil Sekretaris Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan PBB, mengatakan, “Ini adalah kelaparan kronis yang sebenarnya bisa kita cegah, jika kita diberi izin. Namun, makanan menumpuk di perbatasan akibat hambatan sistematis oleh Israel.”
Statistik dari PBB menunjukkan betapa parahnya situasi ini. Sebanyak 87 persen truk bantuan kemanusiaan PBB dicegat di tengah jalan, membuat distribusi bantuan menjadi sangat tidak efektif dan berbahaya. Warga juga menghadapi risiko besar saat mencari makanan. Menurut laporan OHCHR (Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia), 1.857 warga Palestina tewas saat mencari makanan antara Mei hingga Agustus 2025, yang sebagian besar dibunuh oleh militer Israel.
Dampak Paling Tragis: Anak-Anak di Ambang Kematian
Konsekuensi terburuk dari kelaparan ini menimpa anak-anak. IPC memperkirakan bahwa hingga Juni 2026, setidaknya 132.000 anak balita akan menderita malnutrisi akut, dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya. Angka ini termasuk lebih dari 41.000 anak yang mengalami malnutrisi parah dengan risiko kematian yang sangat tinggi.
Kondisi ini diperparah oleh rusaknya sistem kesehatan. Klinik dan rumah sakit hancur, pasokan bahan bakar terbatas, dan program vaksinasi terhenti. Akibatnya, penyakit menular seperti diare dan infeksi pernapasan akut meningkat tajam. Kondisi ini menciptakan lingkaran setan di mana malnutrisi membuat anak-anak rentan terhadap penyakit, dan penyakit menghabiskan energi yang dibutuhkan anak untuk bertahan hidup.
Seruan PBB untuk Tindakan Segera
Menanggapi bencana yang tak terbantahkan ini, PBB mendesak Israel untuk memenuhi kewajiban hukum internasionalnya sebagai kekuatan pendudukan untuk memastikan pasokan pangan dan medis bagi penduduk sipil. “Tidak ada lagi alasan. Waktu untuk bertindak bukanlah besok, melainkan sekarang,” tegas António Guterres.
Tom Fletcher menambahkan bahwa bahkan Presiden AS, Donald Trump, telah menginstruksikan untuk mengakhiri kelaparan ini. Fletcher meyakinkan bahwa PBB siap untuk bertindak, mengingat mereka pernah berhasil mengirimkan 600-700 truk per hari selama gencatan senjata sebelumnya. “Kami bisa melakukannya lagi. Kami siap,” pungkasnya.
Sumber: tempo.co