Semarang – Setelah hampir sepekan, kobaran api yang melahap sumur minyak di Desa Gandu, Bogorejo, Blora, akhirnya padam total. Namun, di balik padamnya api, sebuah ancaman tak terlihat masih menghantui. Ratusan warga yang terdampak belum diizinkan kembali ke rumah mereka lantaran potensi bahaya dari gas metana yang masih menguar di sekitar lokasi. Situasi ini menciptakan ketegangan baru di tengah upaya pemulihan pasca-bencana.
Kepala Bidang Penanganan Darurat BPBD Jawa Tengah, Muhammad Chomsul, mengonfirmasi bahwa kebakaran sumur minyak tersebut telah berhasil dipadamkan pada Sabtu (23/8/2025) malam, tepatnya pukul 18.35 WIB. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa bahaya belum sepenuhnya berlalu.
Api Padam, Ancaman Tak Terlihat
Kondisi geologis di lokasi menjadi alasan kuat mengapa pihak berwenang mengambil langkah hati-hati. Jarak sumur minyak dengan permukiman penduduk yang hanya sekitar 15 meter membuat risiko ledakan atau penyebaran gas berbahaya tetap sangat tinggi. Gas metana, yang menjadi sumber api selama ini, merupakan zat yang mudah terbakar dan bisa memicu kembali api jika bertemu dengan pemicu panas sekecil apa pun. Keberadaan gas ini, meskipun tidak lagi terlihat seperti kobaran api, tetap menjadi momok yang mengancam keselamatan warga.
“Sifatnya untuk antisipasi saja, takutnya ada potensi ancaman susulan sehingga untuk sementara belum boleh kembali ke rumah,” tegas Chomsul, menekankan bahwa prioritas utama adalah keselamatan 750 jiwa yang terancam.
Sebanyak 300 Kepala Keluarga (KK) atau kurang lebih 750 jiwa mengungsi dari rumah mereka dan kini tersebar di berbagai lokasi, mulai dari tenda-tenda pengungsian yang didirikan oleh tim penanganan darurat, balai desa, hingga menumpang di rumah kerabat terdekat. Kondisi ini membuat mereka harus bertahan dengan keterbatasan di tengah ketidakpastian.
Operasi Teknis: Tantangan Menutup Sumur
Meski api telah padam, pekerjaan tim gabungan masih jauh dari selesai. Pendinginan area sumur dinyatakan selesai pada Minggu malam, namun langkah yang paling krusial, yaitu penutupan sumur atau capping, masih dalam tahap pembahasan intensif. Sebuah tim teknis yang melibatkan para ahli dari Pertamina dan Kementerian ESDM sedang merumuskan strategi terbaik untuk menutup sumur tersebut secara permanen.
Penutupan sumur bukanlah tugas yang sederhana. Ini membutuhkan keahlian teknis tinggi untuk memastikan gas tidak lagi menyebar dan ancaman dihilangkan sepenuhnya. “Penutupan dilakukan supaya gasnya tidak menyebar,” jelas Chomsul, menyoroti tujuan utama dari operasi kompleks ini. Tim gabungan, termasuk pemadam kebakaran dan BPBD Blora, tetap siaga di lokasi, memantau kondisi dan memastikan tidak ada insiden susulan.
Kebutuhan logistik para pengungsi, seperti makanan dan air bersih, masih terus dipenuhi dari dapur umum yang didirikan di lokasi. Ini menunjukkan bahwa meskipun fokus utama beralih ke penanganan teknis, aspek kemanusiaan tetap menjadi perhatian utama.
Korban Jiwa: Duka di Balik Tragedi
Bencana ini meninggalkan duka yang mendalam bagi masyarakat Blora. Kebakaran yang bermula pada Minggu (18/8) itu memakan korban jiwa sebanyak empat orang warga: Tanek (60), Sureni (52), Wasini (50), dan Yeti (30). Keempat korban tewas di lokasi kejadian, meninggalkan luka yang mendalam bagi keluarga dan kerabat.
Selain korban tewas, ada pula korban selamat namun dengan kondisi kritis. Seorang balita berusia dua tahun, berinisial AD, anak dari korban Yeti, kini masih menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit dr. Sardjito, Yogyakarta. Nasib pilu balita ini menjadi pengingat tragis tentang dampak nyata dari kecelakaan ini.
Tragedi ini juga kembali membuka diskusi tentang standar keselamatan di sumur-sumur minyak yang dikelola secara tradisional. Insiden ini menjadi cerminan dari risiko tinggi yang dihadapi oleh masyarakat yang hidup di sekitar area pertambangan yang tidak diatur dengan ketat.
Masa Depan Sumur-Sumur Minyak Rakyat
Kasus di Gandu, Blora, adalah gambaran dari masalah yang lebih besar terkait pengelolaan sumur minyak rakyat. Kurangnya pengawasan dan standar keselamatan yang memadai membuat sumur-sumur ini menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
Keberhasilan memadamkan api hanyalah langkah pertama. Langkah selanjutnya, yang jauh lebih sulit, adalah memastikan bahwa tidak ada lagi ancaman yang tersisa, baik dari gas yang masih menguar maupun dari potensi bahaya yang akan datang. Pemerintah dan semua pihak terkait dituntut untuk bekerja sama, tidak hanya untuk menutup sumur ini, tetapi juga untuk merumuskan kebijakan yang lebih aman bagi pengelolaan sumber daya alam di masa depan.
Sumber: detikjateng.com