Home / Nasional / Terobosan Sejarah: Pertamina Kembangkan Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat, Tembus Standar Internasional

Terobosan Sejarah: Pertamina Kembangkan Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat, Tembus Standar Internasional

Terobosan Sejarah: Pertamina Kembangkan Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat, Tembus Standar Internasional

Jakarta – Indonesia baru saja mencatatkan sejarah penting dalam peta energi dunia. Untuk pertama kalinya, sebuah penerbangan komersial berhasil mengudara dengan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan yang diproduksi dari limbah rumah tangga: minyak goreng bekas atau minyak jelantah. Inovasi spektakuler dari PT Pertamina (Persero) ini menandai babak baru dalam transisi energi bersih dan kemandirian sektor aviasi Tanah Air.

Penerbangan perdana bersejarah ini dilaksanakan oleh maskapai Pelita Air pada Rabu, 20 Agustus 2025, dengan rute vital Jakarta menuju Bali. Acara pelepasan di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, menjadi saksi bisu dari keberhasilan kolaborasi antara BUMN dan pemerintah. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, turut hadir, menegaskan bahwa pencapaian ini adalah perwujudan nyata dari visi pemerintah.


Dari Dapur Rumah Tangga ke Langit Jakarta

Transformasi minyak jelantah menjadi bahan bakar pesawat, atau Sustainable Aviation Fuel (SAF), bukanlah proses yang sederhana. Produk yang juga dikenal sebagai bioavtur ini diproduksi di Kilang Refinery Unit (RU) IV Cilacap melalui skema coprocessing, sebuah proses canggih yang memadukan bahan baku nabati dengan bahan baku fosil di dalam kilang yang sama. Proses ini menjamin efisiensi produksi dan kualitas produk akhir.

Inovasi ini tidak hanya berpusat pada teknologi, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Untuk memastikan pasokan bahan baku yang berkelanjutan, Pertamina membangun sistem pengumpulan minyak jelantah berbasis komunitas. Hingga kini, sedikitnya 35 titik pengumpulan telah beroperasi di berbagai lokasi strategis. Masyarakat yang berpartisipasi dengan menyetorkan jelantah tidak hanya membantu mengurangi limbah, tetapi juga menerima kompensasi berupa saldo digital, menciptakan model ekonomi sirkular yang menguntungkan semua pihak.


Uji Coba Berjenjang Menuju Penerbangan Komersial

Kesuksesan penerbangan komersial ini bukanlah hasil instan. Perjalanan panjang riset dan pengembangan telah dimulai sejak 2021 melalui kerja sama strategis antara Pertamina dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Proses pengembangan ini melalui tahapan uji coba yang ketat dan berjenjang.

  • Uji Coba Tahap I (Oktober 2021): Uji coba statis dan terbang pertama dilakukan menggunakan pesawat militer CN235-200 FTB milik PT Dirgantara Indonesia. Penerbangan ini sukses menguji kesesuaian bahan bakar bioavtur pada rute Bandung-Jakarta.
  • Uji Coba Tahap II (Oktober 2023): Pengujian berlanjut dengan menggunakan pesawat komersial, yakni Boeing 737-800 milik Garuda Indonesia. Uji coba penerbangan pada rute Jakarta-Solo-Jakarta ini membuktikan kelayakan SAF untuk armada komersial berskala besar.
  • Penerbangan Komersial Perdana (Agustus 2025): Puncaknya, penerbangan Pelita Air dengan rute Jakarta-Bali menjadi tonggak bersejarah yang membuktikan bahwa bioavtur sudah siap secara komersial dan dapat digunakan oleh maskapai untuk melayani penumpang.

Standar Global, Kualitas Nasional: SAF Pertamina Lolos Uji Mutu

Salah satu tantangan terbesar dalam pengembangan bahan bakar pesawat adalah pemenuhan standar keamanan dan mutu yang sangat ketat. Pertamina berhasil membuktikan bahwa SAF produksi dalam negeri mampu memenuhi standar tertinggi. Produk ini telah mendapatkan sertifikasi dari:

  • Surat Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 70 Tahun 2025: Menandakan bahwa bahan bakar ini telah memenuhi standar mutu nasional yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
  • Standar Internasional ASTM D1655 dan Defstan 91-091: Ini adalah dua syarat utama yang diakui secara global agar bahan bakar dapat digunakan dengan aman dan efisien di pesawat komersial.

Dengan lolosnya berbagai uji mutu ini, Indonesia tidak hanya mampu memproduksi bahan bakar ramah lingkungan, tetapi juga menunjukkan kapasitasnya dalam menciptakan produk berkelas dunia yang dapat bersaing di pasar global. Bahan bakar ini diklaim mampu menurunkan emisi karbon hingga 84% dibandingkan dengan avtur fosil, sebuah kontribusi signifikan dalam upaya mitigasi perubahan iklim.


Visi Transisi Energi dan Tantangan ke Depan

Dadan Kusdiana menegaskan bahwa pencapaian ini adalah bagian dari visi besar pemerintah untuk mencapai ketahanan dan kemandirian energi. “Ini adalah program Pak Presiden, Asta Cita harus terus kita laksanakan. Ketahanan energi, dan untuk yang ini tidak hanya ketahanan energinya, tapi juga swasembadanya,” ujarnya.

Meskipun telah menjadi “raja” dalam produksi biodiesel, Dadan mengakui masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, terutama dalam pengembangan subsektor bioetanol dan penguatan kolaborasi lintas sektor. Ia menekankan bahwa transisi energi bersih adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya sektor hilir. Dengan demikian, keberhasilan penerbangan perdana ini adalah awal dari sebuah perjalanan panjang yang menuntut sinergi dan komitmen dari seluruh elemen bangsa.

Sumber: metrotvnews.com

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *