Solo – Pernyataan Wali Kota Solo, Respati Ardi, yang menyebut Kota Solo rawan perdagangan narkoba dan didominasi oleh penjual, menjadi polemik. Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Solo dengan tegas membantah klaim tersebut, menyebutkan data di lapangan menunjukkan hal yang sebaliknya. Perbedaan data ini bukan hanya soal statistik, melainkan juga menyorot tantangan sesungguhnya dalam penanggulangan narkoba di Kota Bengawan. Diskusi ini membuka mata publik tentang bagaimana seharusnya strategi pemberantasan narkoba dijalankan: apakah fokus pada penangkapan pengedar, atau lebih mengutamakan pencegahan dan rehabilitasi bagi para pengguna?
Klaim Mengejutkan Wali Kota dan Respons BNNK Solo
Pada Minggu (17/8/2025), Wali Kota Solo, Respati Ardi, membuat pernyataan yang mengagetkan banyak pihak. Berdasarkan laporan yang ia terima dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Tengah, Solo diidentifikasi sebagai daerah dengan jumlah penjual narkoba yang lebih banyak daripada pengguna. Menurutnya, temuan ini terbilang unik dan sangat berbahaya karena menunjukkan jaringan perdagangan yang kuat dan terorganisir. Pernyataan ini sontak memicu perbincangan luas, apalagi mengingat Solo dikenal sebagai kota budaya dan pariwisata.
Namun, hanya dua hari berselang, tepatnya pada Selasa (19/8/2025), Kepala BNNK Solo, Kombes Pol I Gede Nakti Widhiarta, memberikan tanggapan yang berbeda 180 derajat. Ia mengaku terkejut dengan data yang diungkapkan Wali Kota. Menurut Nakti, berdasarkan data yang mereka pegang dari Polresta Solo, sebagian besar kasus yang berhasil diungkap adalah kasus penggunaan narkoba. “Untuk pengedar dan bandar jumlahnya tidak banyak. Jadi kalau ada yang bilang jumlah penjual lebih banyak, saya tidak paham, itu data dari mana,” tegasnya.
Nakti mempersilakan awak media untuk mengklarifikasi langsung ke BNNP guna mendapatkan kejelasan. Perbedaan data ini menimbulkan pertanyaan serius: data mana yang paling akurat? Apakah ada perbedaan metodologi pengumpulan data antara BNNP dan BNNK? Atau mungkinkah terjadi miskomunikasi dalam penyampaian informasi? Apapun alasannya, situasi ini menunjukkan perlunya koordinasi yang lebih baik antarinstansi terkait dalam penanggulangan masalah narkoba yang kompleks.
Solo dalam Cengkraman Narkoba: Ancaman yang Nyata
Meskipun berbeda pandangan soal dominasi pengguna atau pengedar, Kombes Pol I Gede Nakti Widhiarta tidak menampik bahwa peredaran narkoba di Kota Solo masih menjadi masalah serius yang mengkhawatirkan. Ia mengakui, korban penyalahgunaan narkoba di Solo berasal dari beragam latar belakang, mulai dari remaja, pelajar, mahasiswa, hingga kalangan pekerja. Ini menunjukkan bahwa narkoba telah merambah ke semua lapisan masyarakat, tidak mengenal status sosial atau usia.
Tantangan terbesar bagi BNNK Solo, kata Nakti, bukanlah pada penindakan, melainkan pada bagaimana mereka bisa melakukan pencegahan secara efektif agar masyarakat tidak mudah terjerumus dalam jerat narkoba. Upaya ini harus dilakukan secara masif dan berkelanjutan, menyentuh setiap elemen masyarakat. Narkoba, menurut Nakti, bukan hanya ancaman bagi individu, tetapi juga bagi masa depan generasi bangsa.
Strategi BNNK Solo: Fokus pada Pencegahan dan Rehabilitasi
Melihat tantangan yang ada, BNNK Solo mengambil langkah strategis dengan menitikberatkan upaya mereka pada aspek preventif (pencegahan) dan kuratif (pemulihan). Alih-alih hanya berfokus pada penangkapan, BNNK Solo rutin menggelar sosialisasi di berbagai tempat, mulai dari sekolah, kampus, lingkungan masyarakat, hingga instansi pemerintah. Materi yang disampaikan tidak hanya mencakup bahaya narkoba, tetapi juga edukasi mengenai pentingnya rehabilitasi bagi para pecandu.
“Karena kalau bicara penegakan hukum, itu domain kepolisian. Kami lebih pada upaya preventif dan kuratif melalui program rehabilitasi,” jelas Nakti. Pendekatan ini menunjukkan pemahaman bahwa masalah narkoba tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan hukum. Perlu adanya pendekatan sosial dan kesehatan untuk memutus rantai ketergantungan dan mengembalikan para pecandu ke jalur yang benar.
Program rehabilitasi yang ditawarkan BNNK Solo bersifat menyeluruh, mencakup pemulihan fisik dan mental. Mereka percaya, dengan rehabilitasi yang tepat, para pengguna bisa sembuh total dan terhindar dari kambuh. Namun, di sinilah letak tantangan terberatnya.
Tantangan Terberat: Minimnya Kesadaran Pengguna untuk Rehabilitasi
Meskipun program rehabilitasi sudah disiapkan, Nakti menyebutkan bahwa sangat sedikit pengguna yang bersedia datang dan menjalani rehabilitasi secara mandiri. Ada sejumlah faktor penghambat yang menjadi ‘tembok besar’ bagi para pengguna untuk mencari pertolongan.
Pertama, rasa malu dan takut diproses hukum. Para pengguna khawatir jika mereka datang ke BNNK Solo untuk rehabilitasi, mereka akan langsung dipidana. “Banyak yang takut kalau mengaku pengguna nanti langsung dipidana. Padahal, rehabilitasi itu tujuannya untuk menyembuhkan, bukan menghukum,” kata Nakti. Ketakutan ini seringkali membuat para pecandu memilih bersembunyi dan terus menggunakan narkoba, memperburuk kondisi mereka.
Kedua, stigma sosial. Di masyarakat, pengguna narkoba seringkali dipandang sebagai kriminal atau aib keluarga. Stigma ini membuat mereka takut “dipasung” secara sosial, tidak diterima, atau bahkan dipinggirkan oleh lingkungan. Akibatnya, mereka enggan mencari pertolongan, meskipun mereka sadar bahwa mereka membutuhkan bantuan.
Oleh karena itu, Nakti mengimbau masyarakat untuk tidak memberi stigma buruk kepada pengguna yang bersedia merehabilitasi diri. Sebaliknya, ia mendorong masyarakat untuk mendukung mereka dan memberikan ruang untuk sembuh. “Ini penting, karena narkoba bukan hanya soal hukum, tapi juga soal kesehatan dan masa depan. Kalau kita diam, generasi kita yang akan jadi korban,” pungkasnya.
Dengan pernyataan ini, BNNK Solo tidak hanya membantah klaim Wali Kota, tetapi juga memberikan edukasi penting kepada masyarakat. Masalah narkoba adalah tanggung jawab bersama. Penegakan hukum yang tegas terhadap pengedar dan bandar harus diimbangi dengan upaya pencegahan dan rehabilitasi yang humanis bagi para pengguna. Hanya dengan kolaborasi dan pemahaman yang tepat, Solo bisa benar-benar bebas dari ancaman narkoba.
Sumber: solopos.com